Rabu, 08 April 2009

Regulasi dan Kontrol Metabolisme pada Bakteri (Diterjemahkan dari Todar)


i.                     Adaptasi bakteri terhadap nutrisi dan kondisi lingkungan

Tidak seperti sel tumbuhan dan hewan, kebanyakan bakteri terdedah dengan kondisi fisika dan kimia lingkungan yang berubah-ubah (fluktuatif). Dengan kondisi tersebut, bakteri dapat bereaksi dengan perubahan kondisi lingkungan disekitarnya dengan cara merubah pola dari protein-protein strukturalnya, transport protein, toksin-toksin, enzim-enzim, dll., yang mana akan membuat mereka (bakteri) dapat beradaptasi dengan suatu kondisi ekologi tertentu (micro environment). Contohnya, E. coli tidak memproduksi fimbriae untuk kolonisasi ketika hidup secara planktonic di lingkungan (mengambang atau berenang pada substrat cair). Vibrio cholerae tidak memproduksi toksin cholerae kecuali di saluran usus manusia. Bacillus subtilis tidak membuat enzim untuk biosintesis triptofan -ketika triptofan dapat ditemukan di lingkungan sekitarnya melimpah. Jika E. coli dapat menggunakan substrat glukosa dan laktosa bersama-sama, maka E. coli  akan menggunakan glukosa terlebih dahulu karena hanya diperlukan dua buah enzim atau kurang untuk menggunakan glukosa dibandingkan dengan menggunakan laktosa. Bakterium Neisseria gonorrhoeae akan mengembangkan sebuah sistem transport dan pengumpul besi yang canggih bila dipandang jumlah besi di lingkungan sekitarnya jumlahnya terbatas.

Bakteri telah menggembangkan suatu mekanisme yang canggih untuk mengatur kedua jalur katabolik dan anabolik. Secara umum, bakteri tidak mensintesis enzim pengurai (katabolik) kecuali susbrat untuk enzim tersebut ada di lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, sinstesis enzim yang dapat mendegradasi laktosa akan tidak berguna kecuali substrat enzim tersebut ada dilingkungannya. Begitu juga, bakteri telah mengembangkan mekanisme yang beragam untuk mengendalikan jalur biosintesis (atau anabolik). Sel bakteri mematikan/menghentikan jalur biosintesisnya ketika produk akhir dari jalur biosisntesisnya tidak diperlukan atau dapat diperoleh dengan mudah dengan mangambil dari lingkungan. Sebagai contoh, jika suatu bakteri dapat menemukan suatu asam amino seperti triptofan dilingkungan sekitarnya, akan lebih masuk akal jika jalur biosintesis triptofannya dihentikan atau dimatikan, dan karenanya sel bakteri dapat menghemat energi. Bagaimanapun, dalam kehidupan asli bakteri, mekanisme kontrol untuk semua jalur metaboliknya bersifat ‘dapat kembali lagi’ (reversible), karena kondisi lingkungan dapat berubah dengan cepat dan drastis.

ii.                   Kondisi yang mempengaruhi pembentukan enzim pada bakteri

Bakteri dapat mengubah tipe enzim untuk dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan spesifik. Sering kali ditemukan konsentrasi suatu enzim yang ada di dalam sel bakteri bergantung pada jumlah substrat untuk enzim tersebut. Enzim-enzim konstitutif ialah enzim yang selalu diproduksi oleh sel secara mandiri tidak bergantung dengan komposisi media dimana sel tersebut ditumbuhkan. Enzim yang berperan dalam glikolisis dan siklus TCA secara umum bersifat konstitutif,; enzim-enzim tersebut ada dalam jumlah lebih kurang pada konsentrasi yang sama di dalam sel sepanjang waktu. Enzim yang dapat diinduksi diproduksi di dalam sel sebagai respon terhadap suatu substrat tertentu; enzim-enzim tersebut diproduksi hanya ketika diperlukan. Pada proses induksi, substrat, atau sebuah senyawa secara sruktural mirip dengan substrat, menyebabkan pembentukan enzim disebut inducer atau penginduksi. Sebuah enzim yang dapat direpresi ialah ketika proses sintesis ditekan karena keberadaan produk akhir dari suatu jalur (pathway) dimana enzim tersebut normalnya berpartisipasi. Pada kasus ini, produk akhir disebut corepressor dari enzim.

iii.                  Regulasi reaksi enzim

Tidak semua reaksi enzimatis terjadi di dalam sel. Beberapa senyawa diperlukan dalam jumlah yang besar sehingga reaksi yang terlibat pada proses sintesisnya pun diperlukan dalam jumlah yang besar. Beberapa senyawa diperlukan hanya dalam jumlah yang sedikit dan hal ini berhubungan dengan reaksi yang terlibat dalam sintesisnya hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit pula.

Pada sel bakteri, reaksi enzimatis diatur melalui dua pendekatan yang berbeda, yaitu: (1) pengendalian atau regulasi aktivitas enzim (feedback inhibition/inhibisi balik atau inhibisi oleh produk akhir), dimana berperan dalam regulasi jalur biosintesis; dan (2) kontrol atau regulasi sintesis enzim, termasuk represi (penekanan) dari produk akhir (end-product) dan catabolite repression, yang mana peran utamanya dalam jalur degradative.  Proses inhibisi balik (feedback inhibition) mengatur aktivitas enzim-enzim yang sudah ada di dalam sel. Sedangkan proses represi oleh produk akhir (end-product repression), induksi enzim dan katabolit represi terlibat dalam pengendalian sintesis enzim. Proses yang mengatur jalannya sintesis enzim dapat berupa kontrol positif atau juga negatif. Represi produk akhir (end-product repression) dan induksi enzim keduanya mekanisme kontrol negatif karena menurunkan laju transkripsi dari protein. Sedangkan untuk represi katabolit (catabolite repression) cenderung sebagai sebuah bentuk kontrol positif karena menyebabkan peningkatan laju transkripsi dari protein.









Tabel 1. Titik regulasi beragam proses proses metabolik. Bakteri mempunyai kontrol terhadap proses metabolismenya sendiri pada setiap tahap yang memungkinkan mulai dari level gen yang mengodekan sebuah protein dan akhir dari proses perubahan atau modifikasi dari protein setelah diproduksi. Sebagai contoh, variasi pada struktur gen dapat membedakan aktivitas atau produksi dari sebuah protein, seperti halnya dengan modifikasi dari sebuah protein setelah diproduksi dapat diubah atau berubah aktivitasnya. Salah satu lokasi yang paling penting untuk mengedalikan metabolisme pada level genetik ialah regulasi dari transkripsinya. Pada level ini, dalam mekanisme kontrol positif (seperti represi katabolit), sebuah protein regulator mempunyai sebuah efek untuk meningkatkan laju transkripsi dari sebuah gen, sementara dalam mekanisme kontrol negatif (seperti induksi enzim atau represi produk akhir), sebuah protein regulator mempunyai efek untuk menurunkan laju transkripsi dari sebuah gen.

iv.                 Protein-Protein Allosteric

Walaupun ada banyak contoh ditemukan proses regulator dapat berlangsung pada setiap tahap molekular sel bakteri (seperti pada tabel 1), namun sampai saat ini proses titik regulasi yang paling umum ditemukan pada level trankripsi (seperti induksi enzim dan represi enzim) dan merubah aktivitas dari protein yang sudah ada. Kebalikkannya, kontrol pada level ini sering dimodulasi oleh protein dengan properti allosterynya.

Sebuah protein allosteric mempunyai sebuah sisi aktif dan sebuah sisi allosteric. Pada sebuah enzim allosteric, sisi aktif berikatan dengan substrat enzim yang akan kemudian akan diubah menjadi sebuah produk. Sisi allosteric ditempati oleh sebuah molekul kecil (dalam hal ini bukan substrat), efektor. Bagaimanapun, ketika sisi allosteric ditempati oleh molekul efektor, konfigurasi dari sisi aktifnya berubah sehingga sisi aktifnya tersebut tidak dapat mengenali dan berikatan dengan substrat (gambar 1). Jika protein ini sebuah enzim, ketika sisi allostericnya ditempati maka enzim menjadi inaktif, sehingga molekul efektor menurunkan aktivitas dari enzim. Tapi bagaimanapun masih terdapat sebuah cara alternatif. Molekul efektor dari enzim allosteric tertentu berikatan dengan sisi allosteric dan konsekuensinya mengubah enzim dari bentuknya yang inaktif menjadi bentuk yang aktif (gambar 2). Beberapa enzim allosteric yang multicompetent mempunyai beberapa lokasi yang dapat digunakan oleh beragam molekul efektor yang bervariasi lalu memodulasi aktivitas enzim dalam suatu batasan kondisi tertentu.





Gambar 1. Contoh dari sebuah enzim allosteric dengan sebuah sisi efektor negatif. Ketika molekul efektor menempel di sisi allosteric, terjadi ikatan substrat dengan enzim dan aktivitas enzim diinaktivasi (tidak diaktifkan). Ketika efektor dilepaskan dari sisi allostericnya maka enzim menjadi aktif kembali.







Gambar 2. Contoh dari sebuah enzim allosteric dengan sebuah efektor positif. Molekul efektor berikatan dengan sisi allosteric dan menyebabkan perubahan pada sisi aktif sehingga mampu menstimulasi ikatan substrat dan enzim dapat melangsungkan aktivitas katalitiknya.

Beberapa protein allosteric bukan enzim, tetapi meski bukan enzim tetap mempunyai sebuah sisi aktif dan allosteric. Protein regulator yang mengatur jalur metabolik termasuk represi produk akhir, induksi enzim, dan represi katabolit merupakan protein allosteric. Pada kasus tersebut, sisi aktifnya ialah sebuah sisi pengikatan dengan DNA, yang mana, ketika dalam keadaan inaktif (tidak aktif), tidak berikatan dengan DNA. Molekul allosteric atau efektor ialah sebuah molekul kecil yang dapat berikatan dengan sisi allosteric dan mempengaruhi sisi aktif. Pada kasus represi enzim, sebuah molekul efektor positif (disebut corepressor) berikatan dengan protein regulator allosteric dan mengaktivasi kemampuannya mengikat DNA. Pada kasus induksi enzim sebuah molekul efektor negatif (disebut inducer) berikatan dengan sisi allosteric, menyebabkan perubahan konformasi sisi aktif sehingga menghambat penempelan protein terhadap sisi pengikatan DNA (DNA binding site).

v.                   Inhibisi balik (feedback inhibition)

Inhibasi balik (atau inhibisi produk akhir) ialah suatu mekanisme untuk menginhibisi atau menghambat enzim yang sudah ada dan proses ini merupakan langkah regulasi utama dalam jalur biosintesis, seperti jalur (pathway) yang terlibat dalam proses sintesis asam amino. Jalur (pathway) seperti ini biasanya melibatkan banyak langkah-langkah enzimatis, dan produk akhir telah melewati beberapa langkah enzimatis dari substrat awalnya. Dengan mekanisme seperti ini, produk akhir juga mampu mempengaruhi langkah awal dari pathway-nya dan untuk meregulasi biosintesisnya sendiri.

Pada inhibisi balik, produk akhir dari suatu jalur (pathway) biosintesis menghambat aktivitas dari enzim yang pertama yang bersifat unik pada pathway tersebut, karenanya dapat mengendalikan produksi dari produk akhir. Enzim pertama dari pathway tersebut merupakan sebuah enzim allosteric. Sisi allosteric akan berikatan dengan produk akhir (seperti asam amino) dari pathway tersebut yang kemudian akan mengubah sisi aktif sehingga enzim tersebut tidak dapat memediasi reaksi enzimatis yang diinisiasi dari pathway tersebut. Sementara itu enzim-enzim lain yang ada pada pathway tersebut masih aktif, tetapi enzim-enzim tersebut tidak mendapati substrat yang harus diubah. Pathway tersebut akan tidak berjalan selama sejumlah tertentu dari produk akhir tersebut masih ada. Jika produk akhirnya digunakan atau menghilang, maka inhibisi dari produk akhir akan berhenti, sehingga enzim dapat aktif kembali, dan organisme tersebut dapat melanjutkan sintesis produk akhir. Karenanya, jika suatu bakteri E. coli berenang-renang dalam sebuah medium dengan kadar glukosa minimum kemudian ditumbuhkan pada medium susu atau suatu medium yang kaya dengan faktor pertumbuhan, bakteri tersebut (E. coli) dapat menghentikan mensintesis senyawa metabolit esensialnya karena senyawa metabolit esensialnya dapat diperoleh langsung dari lingkungan pertumbuhannya (medium) yang baru.

Salah satu pathway bakteria yang dikaji secara intense (mendalam) ialah sintesis triptofan (gambar 3). Jalur (pathway) biosintesis triptofan diregulasi dengan mekanisme inhibisi balik. Triptofan dapat berperan sebagai molekul efektor untuk sisi allosteric enzim a. Ketika produk akhir dari pathway tersebut (triptofan) menempel pada enzim a, enzim tersebut menjadi tidak aktif dan tidak lagi bisa menggabungkan glutamin dan asam chorismic menjadi anthranilate. Jika triptofan terlepas dari enzim maka pathway tersebut dapat bekerja kembali, dan sintesis triptofan akan dilanjutkan. Biosintesis triptofan juga diatur pada suatu level genetik dengan proses represi enzim dan attenuasi.

Catatan: pada saat inhibisi balik (penjelasan di atas / awal), molekul sinyal –triptofan, bekerja sebagai sebuah efektor negatif dari Enzim a pada jalur (pathway) biosintesis triptofan, karena ketika triptofan berikatan dengan Enzim a, triptofan akan menbuat enzim tidak aktif. Dalam hal represi enzim (penjelasan akhir) triptofan merupakan sebuah molekul sinyal yang bekerjada sebagai efektor positif dari protein represor trp karena ketika triptofan berikatan dengan represor akan mengaktifkan kerja protein itu, sehingga protein represornya dapat berikatan dengan DNA trp.





Gambar 3. Jalur (pathway) dari biosintesis triptofan pada E. coli. Pada jalur (pathway) tersebut proses yang terjadi diatur dengan inhibisi balik. Triptofan (atau trp), produk akhir dari pathway, merupakan molekul efektor yang dapat berikatan dengan sisi allosteric dari Enzim a, yang merupakan enzim pertama dari pathway. Ketika trp berikatan dengan enzim maka sisi aktif (katalitik) dari Enzim a diubah sehinga tidak dapat bereaksi dengan substrat dan sintesis anthranilate akan terhambat (atau terinhibisi)

Jika pada suatu jalur (pathway) metabolisme bercabang, yang akan mensintesis dua asam amino, setiap produk akhir (asam amino) dapat berperan sebagai kontrol pada sinntesis tersebut tanpa harus terpengaruh atau mempengaruhi asam amino yang lain (gambar 4). Sebagai contoh, asam amino prolin dan arginin keduanya disintesis pada pembentukkan asam glutamat. Setiap asam amino dapat meregulasi enzim pertama yang unik untuk proses sintesis dirinya sendiri tanpa mempengaruhi yang lain, sehingga argini berlebih tidak akan menghentikan sintesis prolin dan begitu pun sebaliknya.






Gambar 4. Gambaran umum regulasi pada jalur (pathway) metabolisme yang bercabang dengan proses inhibisi baliknya (feedback inhibition).

vi.                 Represi enzim

Represi enzim merupakan salah satu bentuk dari kontrol negatif (down-regulation) pada transkripsi bakteri. Proses tersebut, begitu pun dengan induksi enzim, disebut sebagai kontrol negatif karena protein regulatornya akan menyebabkan inhibisi atau penghambatan dari sintesis mRNA sehingga akan menyebabkan penurunan proses sintesis enzim-enzim.

Sekalipun inhibisi balik akan menghentikan sintesis dari produk akhir dari suatu pathway, proses ini masih memungkin terbuangnya energi dan karbon karena pembentukkan enzim yang tidak diperlukan (karena sudah diinhibisi) masih dilanjutkan. Proses represi enzim bertujuan untuk mencegah sintesis enzim yang turut terlibat dalam pembentukan suatu produk akhir. Pada kasus biosintesis triptofan (gambar 3), produk akhir dari pathway, triptofan, berperan sebagai sebuah molekul efektor yang dapat menghentikan sintesis dari Enzim a, b, c, d, dan e yang turut terlibat pada biosintesis triptofan. Dengan demikian maka akan menghemat banyak molekul ATP yang seharusnya dikeluarkan selama proses sintesis protein, dan menjaga prekusor asam amino untuk sintesis protein lain. Proses ini berlangsung lambat dibandingkan dengan inhibisi balik (yang bekerja sesegera mungkin) karena enzim-enzim yang sudah ada harus dikurangi jumlahnya sebagai hasil dari pembelahan sel sebelum efeknya benar-benar terlihat.

Gen yang berperan dalam biosintesis triptofan pada Escherichia coli diatur oleh kromosom bakteri pada operon triptofan (trp operon). Sebuah operon ialah suatu kelompok gen yang dikendalikan oleh beberapa elemen yang sama dan diatur proses transkripsi dan translasinya. Operon trp memiliki sebuah Promotor (P), sebuah Operator (O), dan sebuah Attenuator (A), dan lima buah gen struktural yang diperlukan biosintesis enzim-enzim triptofan (Trp A-E). komponen pada operon trp dan elemen penggendalinya dijelaskan pada gambar 5 dan tabel 2 di bawah.





Gambar 5. Organisasi genetik dari operon Trp dan elemen pengendalinya

Tabel 2. Operon Trp dan elemen-elemen pengendalinya

R = Gen regulator yang mengkodekan protein represor trp dimana dapat mengendalikan sintesis dari 5 produk gen lainnya. Sebuah represor yang aktif berikatan dengan sebuah urutan nukleotida spesifik pada wilayah operator dan akibatnya menghambat pengikatan RNAp (RNA polimerase) di promotor untuk menginisiasi transkripsi.

O = Urutan nukleotida spesifik DNA untuk operator dimana sebuah molekul represor aktif berikatan.

P = Urutan nukleotida spesfik DNA untuk promotor dimana enzim RNA polimerase berikatan untuk menginisiasi transkripsi. Jika protein represor terikat pada operator, RNAp tercegah untuk berikatan dengan promotor dan menginisiasi transkripsi. Karenanya, tidak ada enzim yang terlibat dalam biosintesis triptofan yang dapat disintesis.

A = Urutan DNA untuk attenuator dimana letaknya diantara operator dan gen-gen struktural untuk biosintesis trp. Attenuator merupakan sebuah pembatas dimana RNA polimerase harus melewatinya jika ingin mencetak gen-gen untuk biosintesis triptofan. Dengan adanya trp, kebanyakan molekul RNAp tidak dapat melewati urutan DNA attenuator tersebut sebelum mentranskripsikan gen-gen trp. Dengan tidak adanya trp, RNAp dapat melewati wilayah attenuator sehingga dapat mentranskripsikan gen trp.

Trp A, B,C, D, E = Gen-gen struktural enzim yang terlibat pada biosintesis triptofan.

Trp = Produk akhir dari biosintesis triptofan. Ketika dikombinasikan dengan protein represor maka molekul Represornya aktif. Trp disebut juga sebagai corepressor.

Operon trp diatur oleh sebuah gen pengendali (Trp L) yang berasosiasi dengan promotor trp. Produk dari gen Trp L ini ialah trp Represor, sebuah protein allosteric yang dikendalikan oleh triptofan. Represor diproduksi secara konstitutif dalam jumlah sedikit dalam bentuk yang tidak aktif. Ketika Represor digabungkan dengan triptofan maka molekul tersebut menjadi aktif dan dapat berikatan dengan DNA dari operon trp sehingga dapat memblock atau menghambat transkripsi gen-gen  struktural untuk triptofan. Oleh karena itu, kehadiran triptofan, transkripsi dari gen-gen untuk keperluan biosintesis triptofan ditekan (sehingga tidak diproduksi triptofan), sementara saat triptofan di dalam sel menghilang, gen-gen biosintesis triptofan dapat ditranskripsikan (sehingga diproduksi triptofan); lihat gambar 6 di bawah.







Gambar 6a. Operon trp yang tidak direpresi. Dengan tidak adanya trp maka represor menjadi tidak aktif dan tidak dapat berikatan dengan operator trp untuk menghambat transkripsi. Sel dapat mensintesis asam amino.





Gambar 6b. Operon trp direpresi. Dengan adanya triptofan operon trp ditekan karena trp mengaktifkan represor. Transkripsi dihambat karena represor yang aktif berikatan dengan DNA dan mencegah penempelan RNA polimerase.

vii.                Induksi enzim

Pada beberapa kasus, metabolit atau substrat dapat mengaktifkan gen-gen yang tidak aktif sehingga gen tersebut dapat ditranskripsikan. Proses ini dikenal dengan induksi enzim, substrat, atau sebuah senyawa yang strukturnya mirip dengan substrat, menyebabkan pembentukan enzim dan atau enzim-enzim yang biasanya dilibatkan pada penguraian substrat. Enzim-enzim yang disintesis merupakan sebuah hasil dari gen-gen yang dihidupkan disebut enzim yang dapat diinduksi dan senyawa yang mengaktifkan transkripsi gen disebut inducer. Enzim yang dapat diinduksi diproduksi sebagai bagian respon dengan adanya substrat dan produksi dipandang perlu. Dalam hal ini sel tidak membuang-buang energi untuk mensintesis enzim yang tidak diperlukan

Induksi enzim yang paling dikenal dan telah dipelajari dengan baik ialah penguaraian laktosa pada E. coli. Hanya dengan adanya laktosa maka bakteri dapat mensintesis enzim-enzim yang diperlukan untuk menggunakan laktosa sebagai sebuah sumber karbon dan energi untuk pertumbuhan. Dua enzim yang diperlukan untuk melakukan pemecahan awal dari laktosa ialah: enzim laktose permease, yang secara aktif mentransportasikan gula di dalam sel, dan beta galaktosidase, yang mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Gen-gen dari enzim-enzim ini terdapat pada operon laktosa (lac operon) pada kromosom bakteri (gambar 7).







Gambar 7. Operon Lac dan elemen-elemen pengendalinya

Mekanismen induksi enzim mirip dengan dengan represi produk akhir terhadap sebuah gen pengendalinya,  dimana sebuah promotor dan operator juga terlibat, tapi perbedaan mendasarnya ialah pada lac represor hanya aktif ketika senyawa penginduksinya (laktosa) tidak ada. Dengan adanya laktosa, represor tidak dapat berikatan pada wilayah operator, sehingga gen-gen untuk transport dan penguraian laktosa ditranskripsikan. Dengan tidak adanya laktosa, represor menjadi aktif dan akan berikatan di operator yang akibatnya gen-gen untuk metabolisme laktosa tidak ditranskripsikan. Induksi (dengan adanya laktosa) dan represi (dengan tidak adanya laktosa) pada operon laktosa digambarkan pada gambar 8. Fungsi komponen-komponen dan elemen-elemen pengendali dari operon lac ditampilkan pada tabel 3.







Gambar 8. Induksi enzim. Induksi (atau derepresi) dari operon lac.

Tabel 3. Fungsi dan komponen pengendali dari operon lac

Lac I = gen regulator yang mengkodekan protein lac Represor yang berperan penting dalam mengendalikan sintesis dari gen-gen struktural yang ada di operon. Lac I bertentangga dengan sisi Promotor dari operon. Sebuah represor yang aktif akan berikatan dengan suatu urutan nukleotida spesifik pada wilayah operator dan menghambat pengikatan RNAp pada promotor untuk menginisiasi transkripsi. Lac represor diinaktifasi dengan adanya laktosa dan menjadi aktif dengan tidak adanya laktosa.

O = urutan nukleotida spesifik untuk operator lokasi represor yang aktif berikatan.

P = urutan nukleotida spesifik untuk promotor dimana RNA polimerase berikatan dan menginisiasi transkripsi. (Sisi promotor dari lac operon dibagi menjadi dua bagian, sebuah bagian upstream disebut sisi CAP, dan sebuah bagian downstream yang merupakan sisi interaksi dengan RNAp. Sisi CAP terlibat didalamnya represi katabolit pada sistem lac operon.). Jika protein represor berikatan dengan operator, RNAp dicegah untuk berikatan dengan promotor dan menginisiasi transkripsi. Dalam kondisi seperti ini makan enzim yang terlibat pada penguraian laktosa tidak disintesis.

Lac Z, Y, dan A = Gen-gen struktural dari lac operon. Lac Z mengkodekan Beta-galaktosidase; Lac Y mengkodekan laktose permease; Lac A mengkodekan sebuah transasetilase yang fungsinya masih belum diketahui.

Lac = laktosa, molekul penginduksi. Ketika laktosa beikatan dengan protein represor, maka represor tidak aktif; operon tidak ditekan; transkripsi gen-gen untuk penggunaan laktosa akan muncul.

viii.              Represi katabolit

Induksi enzim masih cenderung sebagai sebuah bentuk kontrol negatif karena efek molekul regulatornya (represor aktif) ialah untuk menurunkan atau downregulate laju dari transkripsi. Represi katabolit merupakan salah satu tipe kontrol positif dari transkripsi, karena sebuah protein regulator berperan dalam meningkatkan (upregulation) laju transkripsi dari sebuah operon. Proses tersebut teramati pada E. coli dan biasanya direfer sebagai efek glukosa karena hal ini ditemukan glukosa menekan sintesis dari enzim yang dapat diinduksi tertentu, meski inducer pada pathway tersebut ada di lingkungan. Penemuan ini teramati saat mempelajari regulasi dari lac operon pada sel E. coli. Karena glukosa diuraikan oleh enzim-enzim konstitutif dan laktosa diuraikan awalnya oleh enzim yang dapat diinduksi, apa yang akan terjadi jika bakteri ditumbuhkan pada medium dengan kadar glukosa dan laktosa terbatas? Sebuah plot laju pertumbuhan bakteri didapatkan sebuah kurva pertumbuhan diauksik yang digambarkan dengan dua buah fase pertumbuhan aktif yang berbeda (gambar 9). Selama fase eksponensial pertumbuhan yang pertama, bakteri menggunakan glukosa sebagai sebuah sumber energi samapai semua glukosa telah habis. Kemudian, setelah fase lag sekunder, laktosa digunakan pada fase pertumbuhan eksponensial kedua.








Gambar 9. Kurva pertumbuhan diauksik pada pertumbuhan sel E. coli yang ditumbuhkan pada konsentrasi campuran glukosa dan laktosa yang terbatas.

Selama periode penggunaan laktosa, laktosa tidak digunakan karena sel belum dapat mentransportasikan dan memecah disakarida laktosa. Glukosa selalu dimetabolisme paling awal dibanding dengan gula-gula lain. Hanya ketika glukosa sudah digunakan semua maka selanjutnya laktosa diuraikan. Lac operon juga ditekan (repressed) meski laktosa (sebagai inducer) ada. Glukosa merupakan sumber energi yang lebih baik dibandingkan laktosa karena penggunaan laktosa hanya diperlukan dua buah enzim atau kurang.

Hanya ketika laktosa sudah habis maka enzim yang diperlukan untuk penggunaan laktosa disintesis. Selama fase lag kedua dalam pertumbuhan diauksik merepresentasikan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan induksi lac operon dan sintesis enzim-enzim yang diperlukan untuk penggunaan substrat laktosa (lactose permease dan beta-galakctosidase). Hanya kemudian sela bakteri dapat tumbuh dengan menggunakan laktosa. Karena adanya glukosa maka enzim-enzim yang untuk penggunaan laktosa ditekan, tipe penekanan (represi) ini dikenal dengan represi katabolit (catabolite repression) atau efek glukosa.

Glukosa dikenal dapa menekan sejumlah besar enzim-enzim yang dapat diinduk pada berbagai macam bakteri. Glukosa menekan induksi operon yang dapat diinduksi dengan menghambat sintesis cyclic AMP (cAMP), sebuah nukleotida diperlukan untuk menginisiasi transkripsi sejumlah besar sistem enzim yang dapat diinduksi termasuk lac operon.

Peran cyclic sebuah Camp yang rumit, cAMP diperlukan untuk mengaktifkan protein allosteric yang disebut CAP (catabolite activator protein) yang berikatan dengan promotor sisi CAP dan menstimulasi pengikatan RNAp pada promotor dan menginisiasi transkripsi. Oleh karena itu, untuk mengefisienkan transkripsi dari gen  pada lac operon, tidak hanya diperlukan laktosa agar menginaktifasi lac represor, melainkan juga cAMP juga harus adaagar dapat berikatan dengan CAP yang mana ikatan tersebut pada DNA membantu menfasilitasi transkripsi. Dengan adanya glukosa, aktivitas adenylate cyclase (AC) dihambat. AC diperlukan untuk mensintesis cAMP dari ATP. Karena itu, jika level cAMP endah, CAP tidak aktif dan transkripsi tidak dapat terjadi. Dengan tidak adanya glukosa, kadar cAMP tinggi, CAP diaktivasi oleh cAMP, dan transkripsi terjadi (dengan tidak adanya laktosa).

Banyak promotor untuk kontrol positif, seperti lac promotor, tidak dapat berfungsi sepenuhnya hanya dengan ada RNAp saja dan perlu aktifasi dari CAP. CAP dikodekan oleh sebuah gen regulator yang terpisah, dan kehadirannya dalam level konstitutif. CAP aktif hanya dengan adanya cAMP. Ikatan cAMP terhadap CAP menyebabkan perubahan konformasi dari protein sehingga memungkinkan untuk berikatan dengan promotor dengan dengan sisi pengikatan RNAp. CAP dapat hadir dan berinteraksi dengan RNAp untuk meningkatkan laju transkripsi operon sampai 50 kali. Kontrol positif dari lac operon diilustrasikan pada gambar 10.

Gambar 10. Represi katabolit merupakan kontrol positif pada lac operon. Efeknya ialah meningkatnya laju transkripsi. Pada kasus ini, protein CAP diaktifasi oleh cAMP untuk berikatan dengan lac operon dan menfasilitasi pengikatan RNA polimerase pada promotor pentranskripsi gen-gen dalam untuk penggunaan laktosa.










Sebagai sebuah bentuk represi katabolit, efek glukosa berperan sebagai sebuah fungsi penting bagi bakteri: diperlukan sel-sel untuk menggunakan sumber energi terbaik yang dapat diperoleh. Untuk kebanyakan bakteri, glukosa merupakan substrat yang paling umum dan dapat digunakan secara langsung untuk pertumbuhan. Karenanya, glukosa dapat menghambat secara tidak langsung sintesis enzim-enzim untuk metabolisme sumber energi yang tidak berlimpah dilingkungan sekitar sel.



Catatan akhir: Semua materi, gambar, dan tabel merupakan © 2008 Kenneth Todar, PhD - Madison, Wisconsin  yang dapat diperoleh secara online diwww.textbookofbacteriology.net